Rabu, 24 Maret 2010
WATERMARKING
1.DIGITAL WATERMARKING
Digital Watermarking didasarkan pada ilmu steganografi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang penyembunyian data. Teknik ini mengambil keuntungan dari keterbatasan indra manusia, khususnya penglihatan dan pendengaran, sehingga watermark yang dibubuhkan pada dokumen tidak akan disadari kehadirannya oleh manusia. Digital watermarking dikembangkan sebagai salah satu jawaban untuk menentukan keabsahan pencipta atau pendistribusi suatu data digital dan integritas suatu data digital. Teknik watermarking bekerja dengan menyisipkan sedikit informasi yang menunjukan kepemilikan, tujuan, atau data lain pada media digital tanpa mempengaruhi kualitasnya.
2.JENIS-JENIS CITRA WATERMARKING
Citra watermark dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berikut :
1.Berdasarkan persepsi manusia
a.visible watermarking
b.invisible watermarking
2.Berdasarkan tingkat kekokohan :
a.Secure watermarking
Watermark harus tetap bertahan terhadap manipulasi yang normal terjadi selama penggunaan citra berwatermark, misalnya kompresi, operasi penapisan, penambahan derau, penskalaan, penyuntingan, operasi geometri, dan cropping. Selain itu, watermark harus tahan terhadap serangan yang tujuan utamanya adalah menghilangkan atau membuat watermark tidak dapat dideteksi.
b.Robust watermarking
Watermark harus tetap bertahan terhadap non-malicious attack, yaitu bila citra watermark mengalami kompresi, operasi penapisan, penambahan derau, penskalaan, penyuntingan, operasi geometri, dan cropping.
c.Fragile watermarking
Watermark dikatakan mudah rusak (fragile) jika ia berubah, rusak, atau malah hilang jika citra dimodifikasi.
3.APLIKASI CITRA WATERMARK
Aplikasi citra watermark dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah :
1.Memberi label kepemilikan (ownership) atau copyright pada citra digital. Watermark bisa mengandung identitas diri (nama, alamat, dsb), atau gambar yang menspesifikasikan pemilik citra atau pemegang hak penggandaan (copyright). Untuk keperluan ini watermark harus tak tampak (invisible) dan kokoh (robust).
2.Otentikasi atau tamper proofing. Watermark sebagai alat indicator yang menunjukan data digital telah mengalami perubahan dari aslinya atau tidak. Untuk keperluan ini watermark harus tak tampak dan fragile.
3.Fingerprinting (traitor-tracing). Pemilik citra mendistribusikan citra yang sama ke berbagai distributor. Sebelum didistribusikan, setiap citra disisipkan watermark yang berbeda untuk setiap distributor, seolah-olah cetak jari distributor terekam didalam citra. Karena watermark juga berlaku sebagai copyright maka distributor terikat aturan bahwa ia tidak boleh menggandakan citra tersebut dan menjualnya kepihak lain. Misalkan pemilik citra menemukan citra ber-watermark tersebut beredar secara illegal ditangan pihak lain maka ia kemudian mengekstraksi watermark didalam citra illegal itu untuk mengetahui distributor mana yang telah melakukan penggandaan illegal, selanjutnya ia dapat menuntut secara hukum distributor nakal ini. Untuk keperluan ini watermark yang digunakan harus watermark tak tampak (invisible) dan kokoh (robust).
4.Aplikasi Medis. Citra medis diberi watermark berupa ID pasien untuk memudahkan identifikasi pasien, hasil diagnosa penyakit, dan lain-lain. Informasi lain yang dapat disisipkan adalah hasil diagnosis penyakit. Lebih lanjut mengenai aplikasi ini akan dijelaskan pada bagian tersendiri sebagai studi kasus. Untuk keperluan ini watermark harus tak tampak (invisible) dan fragile.
5.Convert communication. Dalam hal ini watermarking digunakan untuk menyisipkan informasi rahasia pada sistem komunikasi yang dikirim melalui saluran komunikasi.
6.Piracy Protection. Watermark digunakan untuk mencegah perangkat keras melakukan penggandaan yang tidak berizin. Untuk keperluan ini watermark harus tak tmapak dan fragile.
4.METODE PENYISIPAN CITRA WATERMARK
Ada dua cara untuk menyisipkan citra watermark. Pertama, penyisipan watermark dalam domain spasial (waktu, posisi) dilakukan secara langsung kedalam piksel citra, seperti LSB. Keuntungan cara ini adlah cepat, tetapi umumnya watermark tidak kokoh terhadap manipulasi pada citra. Kedua, penyisipan watermark dilakukan dalam domain frekuensi, misalnya DFT (Discrete Fourier transform), DCT (Discrete Cosine Transform), dan DWT (Discrete Wavelet transform). Kekokohan terhadap manipulasi cropping dapat diperoleh jika watermark disebar (spread) diantara seluruh komponen frekuensi. Metode ini juga kokoh terhadap operasi geometri (seperti penskalaan, rotasi, atau pergeseran).
5.KRITERIA WATERMARKING YANG BAGUS
Sebuah teknik watermarking yang bagus harus memenuhi persyaratan berikut :
1.Imperceptibility
Keberadaan watermark tidak dapat dilihat oleh indra manusia. Hal ini untuk menghindari gangguan pengamatan visual.
2.Key uniqueness
Bila digunakan kunci sebagai pengamanan maka kunci yang berbeda harus menghasilkan watermark yang berbeda pula.
3.Noninvertibility
Secara komputasi sangat sukar menemukan watermark bila yang diketahui hanya citra berwatermark saja.
4.Image dependency
Membuat watermark bergantung pada isi citra dengan cara membangkitkan watermark dari nilai hash (message digest) citra asli karena nilai hash bergantung pada isi citra.
5.Robustness
Watermark harus kokoh terhadap berbagai manipulasi operasi, seperti penambahan derau aditif (Gaussian atau Non-Gaussian), kompresi (seperti JPEG), transformasi geometri (seperti rotasi, perbesaran, perkecilan), dan lain-lain.
Sumber :
Sutoyo, T., S.Si., M.Kom., Mulyanto Edy, S.Si., M.Kom., Suhartono Vincent, Dr., Nurhayati Oky, D., M.T., Wijanarto, M.Kom., 2009, Teori Pengolahan Citra Digital, Andi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar