Rabu, 24 Maret 2010

PENERAPAN TEKNOLOGI BIOMETRIKA DI INDONESIA


Bila dibandingkan dengan Negara-negara maju, penerapan teknologi biometrika di Indonesia masih sangat minim. Namun demikian, mungkin karena tuntutan kebutuhan, keinginan besar berbagai pihak swasta, kepolisian, dan pemerintah untuk menerapkan teknologi biomertika dilingkungan masing-masing dapat terlihat dengan jelas.


Beberapa instansi swasta dan pemerintah telah menerapkan sistem absensi berbasis sidik jari dan geometri tangan untuk meningkatkan manajemen kehadiran karyawan. Pihak kepolisian mengenal mayat teroris Dr. Azhari di daerah batu Malang dengan melakukan pencocokan terhadap sidik jari, dibantu dengan memperhatikan cirri fisik gigi, dan (kalau tidak salah) juga dilakukan uji DNA. Pengenalan terhadap beberapa korban pembunuhan berantai tahun 2008 dengan pelaku Ryan di daerah Jombang Jawa Timur juga menggunakan DNA. Di awal tahun 2006 pemerintah mulai menerapkan paspor berbasis sidik jari dan wajah. Tujuannya adalah untuk menghindari pemalsuan dan duplikasi paspor. Entah penerapan paspor biomertika ini berjalan mulus atau tidak, setidaknya telah terlihat bahwa pemerintah ingin menerapkan teknologi biometrika. Kabar terakhir yang cukup menggembirakan dari penerapan paspor biometrika tersebut adalah teknologinya yang semula diperoleh melalui kerja sama dengan pihak swasta (dibeli dari luar negeri) kini sudah dikembangkan sendiri oleh anak negeri ini.


Memang sebagian besar teknologi biometrika yang digunakan di Indonesia masih dibeli dari luar negeri, bukan hasil karya anak negeri ini. Membuat teknologi biometrika bukan seperti membuat pesawat terbang, yang akan membebani keuangan negara atau mungkin menambah hutang negara. Juga tidak sesulit membuat pesawat terbang. Maksudnya, kalau pesawat terbang bisa kita buat, tentunya teknologi biometrika bukan hal yang sulit untuk dikerjakan sendiri. Bila menginginkan perkembangan teknologi biometrika di Indonesia mengalami kemajuan yang berarti, maka teknologi ini harus dibuat sendiri.


Pembuatan surat izin mengemudi (SIM) di Indonesia dapat dijadikan contoh menarik. Pemohon yang baru pertama kali membuat SIM akan diminta membuat kartu sidik jari terlebih dahulu. Kartu ini berisi kode unik sidik jari pemohon yang kodenya dibuat secara manual oleh pihak kepolisian berdasarkan pola sidik jari pemohon. Kita tidak pernah tahu metode apa yang digunakan oleh pihak kepolisian untuk menghasilkan kode sidik jari tersebut. Pada kartu SIM terdapat identitas pemohon, foto wajah, foto sidik jari pemohon dan suatu kode bar (bar code). Tidak diketahui informasi apa yang diwakili kode bar tersebut, apakah kode sidik jari , nomor SIM, nomor kartu, atau informasi lainnya. Ketika pemohon yang sama (berdasarkan pengalaman penulis saat membuat SIM) memperpanjang masa berlaku kartu SIM, maka pemohon akan diminta untuk mengisi identitas pribadi yang sama dengan informasi pribadi ketika membuat SIM awal, hanya saja tidak diminta membuat kartu sidik jari lagi (asal kartu sidik jari pemohon tidak hilang). Pertanyaannya, apakah pembuatan kartu SIM tersebut sudah menggunakan sistem biometrika sidik jari???Menurut penulis, belum. Memang pada SIM terdapat informasi biometrik sidik jari namun informasi tersebut tidak digunakan untuk mengenali identitas pemohon secara otomatis. Mestinya ketika pemohon yang sama memperpanjang SIM maka ia tidak perlu lagi mengisi identitas pribadi, cukup menempel sidik jari pada sensor, maka identitas pribadi pemohon akan muncul secara otomatis dari database. Pada sistem biometrika sidik jari, dengan menempelkan sidik jari pada sensor, maka kode unik sidik jari akan diperoleh secara otomatis (tidak dibuat dengan cara manual) dan berdasarkan kode unik tersebut informasi identitas pribadi pemohon dapat diperoleh.


Ada berbagai keuntungan yang diperoleh bila kepolisian menerapkan sistem biometrika sidik jari. Salah satunya adalah bahwa kepolisian akan memiliki database sidik jari masyarakat Indonesia, dan database tersebut akan selalu mengalami pembaharuan (melalui perpanjangan SIM). Database ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan identifikasi lainnya.


Namun sampai saat ini pembuatan SIM belum menggunakan system biometrika sidik jari. Mungkin salah satu penyebabnya adalah keterbatasan dana untuk menerapkan teknologi tersebut di seluruh Indonesia. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membuat sendiri teknologi tersebut. Pihak kepolisian atau pemerintah dapat membuat sejenis divisi khusus untuk mengembangkan teknologi biometrika ditanah air.








Sumber : Buku Sistem Biometrika, Pengarang I Ketut Gede Darma Putra, Penerbit Andi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar